Perempuan dan Bekerja

 Beberapa hari lalu aku ada tugas untuk bekerja di Jakarta Selatan dan masuk pukul 07.30. Dan aku sekarang bertempat tinggal dimana? Bogor kota. Kebayang dong jauhnya kayak gimana. Berangkat dari kost pukul 05.15 langsung motoran ke Stasiun Bogor. Sampai sana sudah standby 3 kereta yang akan berangkat tapi tidak ada tempat duduk tersisa. Bahkan untuk kereta yang berangkat dari stasiun itu sudah berkapasitas 60% dari kapasitas maksimum (penuh banget sampai berdiri nggak perlu pegangan). Orang yang naik dari Bojong Gede itu buat kapasitasnya terisi 95%, stasiun berikutnya tinggal ambil hikmahnya aja. Karena kedorong-dorong ya pernah dapat posisi yang berdiri tanpa pegangan itu. Karena turun sebelum Stasiun Manggarai, ya kesumpekan itu terjadi selama 1 jam perjalananku dari naik sampai turun. Setelah itu langsung cari ojek online buat ke kantor. Jalanan so far masih masuk akal, macet biasa lah. Mungkin kalau ada kecelakaan baru macet banget. Bisa sampai kantor pukul 07.00 lebih dikit.

Tapi ternyata waktu pulang adalah waktu terkacau. Ojek online jarang banget yang mau ambil karena posisi juga gerimis. Plus macetnya masyaAllah. Waktu dan biaya ojeknya 2x lipat dari waktu berangkat. Senang dikit bisa liat SCBD yang emang keren itu. Tapi indah semenit tidak membuat perjalanan setengah jam macet ke stasiun jadi lebih indah. Bahkan ketika dilewatkan melalui jalan tikus, jalannya juga macet. "Ya Allah Ya Allah" lah aku sebagai warga Semarang yang lama di Bogor.

Sampai stasiun udah jam 6 lebih, sholat maghrib dulu, lalu memaksakan diri untuk masuk ke kereta yang datang pertama. It's literally crazier than the morning's train. Udahlah penuh, orang pulang kerja kan kurang wangi juga, dan orang capek semua kan. Sedikit-sedikit emosi dan individual rebutan kursi. Berdiri sepanjang perjalanan rasanya kayak mau pingsan. Tapi aku lihat orang di sekitarku banyak mbak-mbak pekerja, ibu-ibu PNS, anak sekolah, bapak-bapak juga ada. Aku berfikir, gaji mereka berapa ya sampai mau melakukan ini setiap hari. Sampai kos sudah pukul 8 malam. Itu pertama kali aku bilang ke Mama, "Ma, nanti kalau aku capek kerja, aku berhenti nggakpapa ya."

Aku merenungi kembali beberapa keputusan yang aku ambil dalam hidup. Mendalami apa yang aku cari saat ini. Kenapa aku bekerja? Saat ini tentu saja masih uang. Hidup mau nggak mau memang butuh uang. Berhubung saat ini belum ada yang menafkahi dan Ayah juga udah mau pensiun, ya mari dinikmati saja bekerja saat ini. Tapi apa aku memang "mau" bekerja? Untuk saat ini tentu saja. Dari pengalaman bekerja terakhirku, aku merasa aku cukup layak dan berguna dalam bekerja. Saat ini aku memang masih butuh aktualisasi diri. Aku masih mau meningkatkan value diriku, meningkatkan ilmu dan juga gelar. Tapi aku juga berharap one day aku tidak bekerja lagi. Jujur capek, hehe. Dan ku merasa kehadiran seorang ibu dalam rumah tangga itu memang penting. Sebagai seorang anak yang dibesarkan oleh ibu rumah tangga, I really appreciate my mom's presence. Ayahku pun berusaha selalu ada dan dapat diandalkan selama di rumah. If I have a dream to built my home like my family, at least I need to apply the good things first. Aku tidak mengesampingkan ibu yang bekerja, tapi apa yang aku rasakan atas ibu yang di rumah itu menyenangkan (syarat dan ketentuan berlaku). Kembali lagi pada orang-orang yang bekerja Bogor-Jakarta naik kereta tiap hari, apakah memang mereka melakukan itu karena "passion" atau terpaksa? Aku rasa jika untuk aktualisasi diri saja, berdempetan di kereta nggak worth it. Kenapa tidak bekerja di Bogor yang dekat rumah atau pindah rumah ke Jakarta yang lebih dekat tempat kerja. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, bisa uang, bisa keluarga. Karena keputusan bekerja memang tidak semudah itu.

Saat ini aku sudah bekerja secara normal, dekat kos. Sementara masih oke, tidak terlalu gedebak-gedebuk. Mari kita jalani "Zahra Bekerja Part 2" ini dengan pagi yang semangat. Kita lihat seberapa lama dia akan bekerja hehe. Bye!

Share:

Penutupan Bagian Dua

 Aku menulis ini di dalam kereta dalam perjalanan pulang ke Semarang setelah menyelesaikan 3,5 tahun bagian kehidupan dewasaku. Aku mengambil sedikit jeda sebelum memulai bagian selanjutnya. Mengambil peran sebagai yang meninggalkan, tidak lagi yang ditinggalkan. Aku mencoba membandingkan, mana yang lebih menyakitkan? Sisi egoisku berkata, aku tidak mau lagi ditinggalkan.

Dua tahun setelah aku menulis babak satu, aku akan melanjutkan pada babak dua ini. Lebih mengenal orang-orang secara perlahan, memaknai setiap pertemuan, saling memberi dan menumbuhkan rasa syukur atas hadirnya mereka. Terima kasih atas usaha untuk mengusahakan <3


Piknik pagi di Kebun Raya Bogor

Mulai rutin badminton di kantor, kali ini coba sewa di Q-Square. Habis itu momgkrong di Solaria belum mandi haha. Nggak cuma cewe-cewe sih cuma nggak ada fotonya :(

Kondangan Mas Aslan ke Cilegon, bareng Mas Irwin dan Mas Greg

Terima kasih Putri dan Nisa teman ngemall dan nge-pump

Photobox ciwi-ciwi menjelang kepulangan Urva. Sekarang sisa Mba Tita dan Arta.

Kondangan Mba Tita dan Mas Nail di Tegal. Cantiknya <3

Sempetin main ke pantai walaupun panas sekali yaa

Lalu mengantar kepulangan Urva di stasiun huhuhu, see you again Urva

Farewell Mas Irwin, Mas Greg, Nisa dan Vay (rombongan banget ya wak)

Terima kasih teman-teman tersayangku yang bersedia mengantar Zahra ke Puncak pertama kali dan ke Kebun Raya Cibodas juga. Last trip with Mba Tita, Arta, Faris, Mas Nail, Mas Irwin.

Appreciation post untuk menutup perjalanan Zahra di MPG


Share:

Selamat Ulang Tahun!

Selamat ulang tahun, untuk perempuan terbaik yang lahir pada 11 Maret.

Kamu sudah melewati usia seperempat abad, yang berarti sudah semakin dewasa dan matang sebagai seorang anak dan kakak. Tapi kamu masih muda sebagai seorang manusia. Ayo lakukan hal yang kamu inginkan! Mendaki gunung, pergi ke Universal Studio, umroh, beli mobil dan rumah, ayo kita usahakan. Jangan dengarkan mereka yang bilang kamu terlalu tua atau terlalu muda.

Aku menyesalkan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Kamu pasti merasakan banyak gejolak emosi naik dan turun. Mungkin kecewa menjadi perasaan paling besar saat ini. Mungkin kamu sudah merencanakan banyak hal, membayangkan banyak cerita, mencoba beberapa kemungkinan. Tidak apa, perasaan itu valid. Semoga hari berikutnya menjadi taman bunga penuh dengan kupu-kupu yang selalu membuatmu merasa senang dan bersyukur. Semoga kamu tumbuh menjadi perempuan yang bisa mengutamakan dan membahagiakan dirimu sendiri, dan menularkan kebaikan itu kepada orang lain. Sebagai hadiah, silakan pilih apapun makanan kesukaanmu. Kita makan bersama setelah ini.

Sekali lagi selamat ulang tahun! Aku akan selalu menyertaimu sampai 100 Ulang Tahun lagi!

Love, Ziy

Share:

Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati? Enggaklah!

 Siapa yang bilang sakit hati lebih sakit pasti belum pernah merasakan sakit gigi bungsu. Kalau sakit hati, at least masih bisa jajan dan makan enak. Tidur juga masih bisa. Tapi kalau sakit gigi? Astaghfirullah.

Berawal di bulan September 2024 gigi belakangku terasa sakit. Dan aku sering merasakan sakit kepala berkelanjutan. Kalau baca-baca sih sakit gigi bisa menyebabkan sakit kepala juga. Aku nggak tau apakah bolong atau nggak. Seingetku cuma pernah tambal gigi sekali dulu banget waktu SMA dan dokternya bilamg lubangnya mah kecil. Cuma aku sudah merasa ini pasti gigi bungsu, entah tumbuh entah bolong. Lalu pergilah aku ke dokter gigi. Dicek tidak ada gigi yang lubang, kemungkinan besar gigi bungsuku yang sedang tumbuh. Cuma gigi ini tuh udah 2 tahunan tumbuhnya niat nggak niat alias cuma muncul crown nya separuh. Aku juga cukup terganggu karenq dia seperti membentuk cekungan dan makanan sering nyelip. Lalu dirujuklah ke dokter bedah mulut. Funfact, diantara pilihan rumah sakit, sudah diberi peringatan sama kliniknya kalau RS Sentra Medika ngantrinya 2 tahun untuk Sp.BM. Akhirnya aku memilih RS Annisa yang Sp.BM nya baru ada.

Untuk kunjungan pertama ke RS Annisa ternyata juga harus waiting list 1 bulan hahaha. Bulan Oktober aku bertemu dokternya, lalu disuruhlah rontgen gigi. Cuma di RS Annisa nggak ada, dipersilakan ke RS lain atau ke RSUD kalau mau gratis. Oiya disclaimer, ini aku menggunakan BPJS ya, jadi harus dari Faskes 1 lalu dirujuk ke Faskes 2 RS Annisa ini.

Aku rontgen di RS FMC langgananku (sayang tidak ada Sp.BM). Hal mengejutkan dari hasil rontgen adalah gigiku kurang satu wkwkwkw. Jujur siapa sih yang ngitungin giginya sendiri ada berapa. Pokoknya itu bikin hah heh hoh dan aku berkali-kali ngitungin gigiku sendiri. Dan memang benar ruas kanan dan kiriku nggak sama jumlahnya. Kembali ke gigi bungsu, ternyata 4 gigi bungsuku impaksi, namun dengan keparahan yang berbeda. 2 yang atas impaksi tapi masih tidak mengganggu yang lain. 2 yang bawah menabrak gigi depannya. Tapi yang menggangguku kiri bawah. Aku bawalah hasil itu ke dokter Sp.BM di kunjungan kedua. Lalu aku dirujuk untuk cek lab, rontgent thorax, lalu konsul ke dokter penyakit dalam.

Kunjungan ketiga aku membawa hasil itu ke Sp.BM dan menyatakan aku bisa operasi cabut gigi bungsu. Dijadwalkanlah tanggal 9 Desember (sekitar 1 bulan setelah kunjungan ketiga ini). Lalu duar, keluarlah jadwal tes CPNS tanggal 9 Desember juga wkwkwkwkwk. Buru-buru reschedule ke RS tapi ternyata nggak bisa. Harus ketemu dokter lagi dulu. Rasanya kesel mau nangis. Posisi sakit gigi, ngantri operasinya lama, harus ngurus dari faskes 1 lagi juga karena masa rujukan abis, plus belum belajar tes CPNS lagi. Hah itu rasanya campur aduk. Yaudahlah berserah kepada Allah, kita tes dulu aja, lalu buat rujukan kemudian.

Tanggal 9 Desember sepulang tes, aku ke klinik lagi untuk buat rujukan ke RS. Ternyata oh ternyata, di RS nggak bisa daftar pakai online lagi. Jadi harus datang ke RS nya, karena kuotanya sedikit sehingga RS langsung plotting jadwalnya. Dapatlah aku jadwal tanggal berapa? Yak 20 Januari 2025. 1,5 bulan wak untuk dapat ketemu dokternya lagi. Ya sudahlah ya, mari kita selesaikan sampai tuntas saja masalah pergigian ini. Tanggal 20 Januari, ketemu dokter membawa berkas yang sebelumnya, alhamdulillah langsung dikasih jadwal operasi, yaitu tanggal 14 Februari. Lumayanlah 3 minggu, sebelum puasa lagi. Aku berdoa semoga tidak ada halangan lain lagi.

14 Februari jam 8 pagi, aku datang ke RS untuk pendaftaran lalu pulang lagi. Jadwal operasiku setelah jumatan. Jam 1 siang aku mask ke ruang dokternya dan operasi disitu. Awalnya gusiku disuntik bius lalu disemprot bius juga. Lalu mulailah proyek ini mulai dari ngebor, nyabut dan lain-lain. Yang cukup buat panik adalah gigiku ini susah banget dicabut. Udah dibor nih sama dokternya, waktu udah dijepit mau ditarik nggak bisa. Udah dioglek-oglek juga nggak bisa. Pokoknya sampai 5x tuh bolak balik sampe pake tang juga. Walaupun sudah dibius tapi masih berasa sakitnya. Apalagi waktu dibor, rasanya akar giginya semakin menghujam ke gusi. Tapi akhirnya berhasil dicabut juga gigi yang berlumuran darah itu. Jujur ini pertama kali aku melihat darah yang banyak berasal dari diriku sendiri. Cukup shocking yah. Lalu ditutup dengan menjahit gusi belakang dan bawah. Operasi selesai sekirar 1 jam. Aku diberi kasa untuk digigit dan kasa ganti untuk hari itu.

Setelah operasi, masih gigit kasa

Pengalaman cabut gigi bungsu ini adalah pengalaman cabut gigi apapun yang pertama. Aku nggak tau apakah cabut gigi biasa emang seheboh ini. Darah yang di kasa beneran banyak banget dan sampai yang hitam gitu padahal aku ganti 1 jam sekali. Setiap meludah isinya darah. Dan bengkaknya juga lumayan ya wak. Kalau sakitnya nggak sesakit itu sih, kayak sakit gigi biasa dan keluarnya nggak setiap saat.

H+2 udah main ke Kebun Raya Cibodas

Satu minggu kemudian, aku datang untuk kontrol dan lepas jahitan. Posisi gigi masih agak sakit namun bengkak sudah jauh berkurang. Begitulah pengalamanku cabut gigi bungsu dengan BPJS. Kuncinya cuma satu, sabar.

Bye!


Share: