Between Happiness

Hmm 
Tadi dapet cerita dari mama, kalo kakak kelasku sempet dirawat. Mbak-nya itu tipe yang pendiem, anak FK, nyambi tahfidz juga. Jadi pemantiknya itu ada kata orang lain yang mungkin menyakiti hatinya trus langsung meledak deh. Entah ya, mungkin karena udah mendam terlalu lama dan nggak tahan lagi. Sekarang udah pulang dari dirawat dan udah mendingan lah. Tapi mamaku bilang gini, "Lagi diusahain diruqyah sih". Lalu aku diem.

Sementara itu aku akhir-akhir ini mulai berfikir dan menyadari. Intensitas kebahagiaanku di masa kuliah ini tu rendah banget. Bahagia yang bukan hahahihi karena suatu jokes ya. Bukan berarti juga kalo aku kebanyakan sedih juga. Tapi lebih kayak, plain. Ngerasa kalo kehidupanku ini hanya rutinitas dan ya aku harus melakukannya. Dan aku selalu pengen cepet pulang. Because, I got my energy from my family. Actually I don't really have 'bestfriend' like the others. Karena aku lebih banyak cerita ke mama dan adek. Kalo cerita pun beda topik gitu loh ke tiap orang. Aku selalu ngerasa, apa mereka mau ndengerin kalo bukan sesuai dengan topik mereka. And several topics, I just keep it for myself.

Berhubungan dengan kakak kelasku tadi, I really don't like people who ALWAYS ONLY corelate mental health with religion. Ya pasti ada pengaruhnya. Tapi kalo udah tau jelas apa masalahnya, it should be treated by psychological or medical term, not only rukyah etc.

So, if I say that I'm not okay, what will they do?
Share:

VOICE 3 : City of Accomplices

Hellow!
Akhirnya aku kembali setelah janji mau rajin nulis hehehe..
Aku itu pecinta crime-thriller-mystery gitu. Makanya aku suka banget novel Sherlock Holmes dan yang sejenis. Untuk pecinta drakor, Signal sama Voice series itu wajib banget buat diikutin. Aku udah ngikutin Voice dari season 1 dan waktu on-going. Cuma Voice 3 aja yang agak ketinggalan soalnya masih sibuk banget di kuliah, jadi baru bisa nonton waktu liburan. So, cus ke reviewnya!

VOICE 3 : City of Accomplices
Voice 3 ini tayang bulan Mei-Juni 2019 ini. Masih nyambung banget sama Voice 2, dimana semua tim Golden Time sama tim Dispatch masih sama orangnya. Bang Je Soo, villain dari season 2, ceritanya udah dipenjara di awal. Kang Center selamat dari ledakan terus rehabilitasi. Nah, Do Kang Woo itu setelah ledakan hilang. Udah dicari-cari lama, akhirnya ada kabar name-tag dia ada di lokasi pembunuhan di Jepang. 
Pembunuhan ini paling aku suka sih di Voice 3. Jadi ada pelukis namanya Yukiko, dia dibunuh pake wire a.k.a kawat. Pokoknya dia kepotong 14 bagian dan potongan tubuhnya dibuat bunga dong, mana kepalanya jadi pusatnya gitu. Artsy banget tapi gila sih. Terus dari kasus itu Do Kang Woo akhirnya balik lagi ke tim Dispatch lagi.
Voice 3 ini lebih fokus ke Do Kang Woo sih menurutku. Soalnya disorot terus penyakitnya dia, kalo liat telinga berdarah rasanya pengen nyekek gitu. Di season ini keliatan banget si Do Kang Woo itu pakenya kekerasan terus. Entah dia lagi kambuh atau nggak. Tapi aku setuju sama semua pilihan yang dia ambil disini. Villain season ini itu pemiliknya Auction Fabre yang jual hasil mutilasi manusia atau hasil kejahatan gitu. Siapakah dia?
Dia adalah Kaneki Masayuki. Dia dalang dari semua kejahatan season ini, dan dia atasannya Bang Je Soo. Dia karakter yang unik banget menurutku. Pekerjaannya dia profesor seni gitu dan aktivis HAM. Mana punya fansclub lagi namanya Kanekist wkwkwk. Di depan orang sok baik banget, tapi omg, evil banget. Si Kaneki ini beda aura jahatnya dari Mo Taegu sama Bang Je Soo. Sumpah, dia jahatnya creepy gitu. Wajahnya senyum terus matanya mendelik gitu isshh.
Credit on pict
Terus kalo bunuh orang, ada aja bagian yang diambil. Kadang ada bagian luar kayak pergelangan tangan atau telinga. Ada juga organ dalam kayak hati gitu, terus dimasak dan dimakan hhhhh.. Emang gila ini orang. Terus foto orang yang udah dia bunuh dipajang gitu. Dan yang creepy lagi, dia punya audio yang isinya "hatred makes humans beautiful" di remix sama suara orang minta tolong sama dia, like wth???
Oke mari bahas plus dari drama ini. Story line jelas. Jadi nggak ngambang, tau apa yang kita tuju gitu. Karakter yang meningkat dari season 2 itu Chief Na. Disini Chief Na beneran jadi kayak jembatan untuk semua karakter dan oke banget aktingnya. Ofc Kang Center dan uri Do Kang Woo juga top banget. Chemistry mereka dapet banget. Ini beneran nggak ada romance tapi rasanya pengen nge-ship mereka gitu gemay :3 Mereka kayak love-hate relationship gitu loh uwu. Dan Daesang tentu saja aku berikan pada Kaneki. Dimana kita tu bisa rasanya benci banget sama dia dan gedeg gitu.
Bonus hehehe
Kekurangan dari Voice 3 ini menurutku dari sisi akting pemeran pendukung. Sumpah orang-orang di Golden Time selain yang yang utama tu awkward parah kayak cuma sepaneng gitu. Terus dari kasus-kasusnya, menurutku kurang greget dibanding season 1 tapi lebih baik dari season 2. Aku banyak nge-skip waktu mereka lagi ngejelasin kasusnya. Terus ada beberapa plothole yang kayak, loh kok bisa tiba-tiba gini? Termasuk di endingnya wkwk.
Nah ngomong-ngomong soal ending, aku nggak tau kenapa suka banget sama endingnya. Walaupun sedih tapi pas aja gitu. Impas antara apa yang dilakukan sama yang didapat. Setuju juga sama katanya Kang Center, dia udah beristirahat dengan tenang. Dan aku tim yang nggak setuju ada season 4. Udah cukup dan pasti capek banget itu Kang Center. Untuk epilog, aku no comment wkwkwk..
Oke sekian review tidak berguna dariku. Aku kasih rate 8/10 jadi recommended banget buat yang suka crime-thriller. Jadi ayo menjadi bucin DKW bersamaku wkwkwk
Share:

Curhat #1 : Penolakan

Sejujurnya, aku jarang merasakan penolakan sebelum kuliah. Karena tau kalau penolakan itu sakit. Jadi dulu aku cenderung menghindari sesuatu yang kemungkinan aku ditolak. Kayak, aku mendaftar sekolah, seleksi ini itu, lomba ini itu, yang aku yakin aku bisa. Contohnya aku berani daftar SMP 2 dulu padahal sekolahku pelosok, men. Mana ada yang tau anak-anak kota. Dan itu masih jamannya tes loh, karena masih RSBI. Cuma aku pede dan yakin aku bisa. Alhamdulillah keterima. Lalu mamaku nawarin, mau aksel kah? Wew membayangkannya saja hzzzzz... Ya aku bilang nggak usah ma. Karena SMP 2 nya juga nggak aku masukin xixixi...
Hidupku di jaman SMP juga hampir mulus banget. Bisa ikut organisasi macem-macem, ikut lomba ini itu, ngerasa wah aku keren juga. Dan kelas 9 aku pengen banget masuk MAN Insan Cendikia. Aku udah mempersiapkan berkas, udah les juga untuk tesnya yang 'katanya' susah banget dan aku pede juga bakal keterima. Dan itu penolakan pertama buatku. Mungkin kalo di luar aku bilang, soalnya susah kok aku nggak bisa. Tapi sebenernya aku mbatin, kok bisa ya aku nggak lolos. Aku cukup bisa mengerjakannya. Aku kurang apa sih? Lupa kalo di dunia ini nggak bakal sempurna.
Masuk SMA, mataku mulai terbuka. Mungkin karena hidupku di pinggiran kali ya. Kenal banyak temen-temen dari SMP negeri yang keren-keren banget. Di SMA aku mulai merasa it's okay to lose. Cuma kalau ada sesuatu yang aku pengen, ya aku kejar. Terus kelas 12 aku pengen nyoba kedinasan, dan yang memungkinkan cuma STAN atau STIS. Aku pilih STIS karena STAN ada tes kesehatan hahaha... Aku sangat buruk dalam hal olahraga. Ikut rangkaian tes STIS cukup lancar sampai psikotes. Daaan aku gagal di psikotes. Disitu kayak, hhhh ya udahlah. Melihat dikit lagi buat lolos tu ya kecewa sih, tapi gimana lagi. Aku bukan tipe yang sedih ngurung diri gitu, lebih ke pasrah tapi nyalahin diri.
Lalu sekarang, alhamdulillah sejak kuliah aku sering ditolak. Jadi sudah cukup biasa aja hehehe... Sebenernya penolakan itu hal yang biasa dalam hidup. Nggakpapa juga kalo ngerasa kecewa kalau habis ditolak, it's normal. Cuma bagaimana kita menghadapi dan mengatasinya supaya kita nggak semakin terpuruk. Boleh cerita ke temen, nangis, nulis, nggambar, tergantung masing-masing kalian.
Oke sekian curhat nggak pentingku. Mungkin aku bakal sering ngepost blog setelah ini hehehe..
Share:

JIMMY'S WORLD

HELLO!


Well, liburan semester ini nggak tau kenapa panjang banget, hampir 2,5 bulan. Aku iseng-iseng nonton Problematic Men lagi buat ngasah otak gitu biar nggak tumpul banget. Eh ternyata sekarang udah ada yang rutin nge-sub dong senangnyaaa. Ya udah aku coba nonton eps 170 karena guest-nya Aron NU'EST. Nah menjelang akhir-akhir diundanglah seorang reporter senior Jo Joo-hee dari ABC News. Disini dia memberi pertanyaan tentang kasus jurnalistik. Kurang lebih seperti ini:

Di Amerika Serikat terdapat penghargaan/award untuk bidang jurnalistik dan literatur yaitu Pulitzer Prize. Pada 13 April 1981, penghargaan Pulitzer Prize for Feature Writing diberikan kepada jurnalis The Washington Post, Janet Cooke. Cooke menulis artikel Jimmy's World yang menceritakan anak 8 tahun yang ketergantungan heroin.

Sager-spread.jpg

JIMMY’S WORLD

by Janet Cooke
September 28, 1980
Jimmy is 8 years old and a third-generation heroin addict, a precocious little boy with sandy hair, velvety brown eyes and needle marks freckling the baby-smooth skin of his thin brown arms.
He nestles in a large, beige reclining chair in the living room of his comfortably furnished home in Southeast Washington. There is an almost cherubic expression on his small, round face as he talks about life—clothes, money, the Baltimore Orioles and heroin. He has been an addict since the age of 5.
His hands are clasped behind his head, fancy running shoes adorn his feet, and a striped Izod T-shirt hangs over his thin frame. “Bad, ain’t it,” he boasts to a reporter visiting recently. “I got me six of these.”
Jimmy’s is a world of hard drugs, fast money and the good life he believes both can bring. Every day, junkies casually buy heroin from Ron, his mother’s live-in-lover, in the dining room of Jimmy’s home. They “cook” it in the kitchen and “fire up” in the bedrooms. And every day, Ron or someone else fires up Jimmy, plunging a needle into his bony arm, sending the fourth grader into a hypnotic nod.
Jimmy prefers this atmosphere to school, where only one subject seems relevant to fulfilling his dreams. “I want to have me a bad car and dress good and also have me a good place to live,” he says. “So, I pretty much pay attention to math because I know I got to keep up when I finally get me something to sell.”
Jimmy wants to sell drugs, maybe even on the District’s meanest street, Condon Terrace SE, and some day deal heroin, he says, “just like my man Ron.”
Ron, 27, and recently up from the South, was the one who first turned Jimmy on.”He’d be buggin’ me all the time about what the shots were and what people was doin’ and one day he said, ‘When can I get off?’” Ron says, leaning against a wall in a narcotic haze, his eyes half closed, yet piercing. “I said, ‘Well, s—, you can have some now.’ I let him snort a little and, damn, the little dude really did get off.”
Six months later, Jimmy was hooked. “I felt like I was part of what was goin’ down,” he says. “I can’t really tell you how it feel. You never done any? Sort of like them rides at King’s Dominion . . . like if you was to go on all of them in one day.
“It be real different from herb (marijuana). That’s baby s—. Don’t nobody here hardly ever smoke no herb. You can’t hardly get none right now anyway.”
Jimmy’s mother Andrea accepts her son’s habit as a fact of life, although she will not inject the child herself and does not like to see others do it.
“I don’t really like to see him fire up,” she says. “But, you know, I think he would have got into it one day, anyway. Everybody does. When you live in the ghetto, it’s all a matter of survival. If he wants to get away from it when he’s older, then that’s his thing. But right now, things are better for us than they’ve ever been. . . . Drugs and black folk been together for a very long time.”
Tetapi 3 hari kemudian, penghargaan tersebut ditarik kembali dari Janet Cooke. Kenapa ya? 

$$$

Agustus 1980.
Beredar kabar bahwa ada heroin jenis baru beredar di Washington. Editor The Wahington Post, Vivian Aplin-Brownlee, menyuruh Janet Cooke untuk menyelidikinya. Cooke tidak menemukan jenis heroin itu tapi ia memiliki beberapa draft tentang penggunaan heroin. Lalu ditunjukkanlah kepada Coleman, editor lain. Cooke menyebutkan tentang seorang anak 8 tahun yang kecanduan heroin. Coleman ingin menjadikan artikel itu sebagai header dan mulailah Cooke bekerja.

28 September 1980.
Artikel Cooke berjudul Jimmy's World akhirnya terbit dengan jaminan anonimitas pada keluarga Jimmy. Artikel tersebut menjadi viral dan menyedot banyak perhatian masyarakat maupun pemerintah. Banyak yang meragukan kebenarannya, seperti Karena berkaitan dengan narkoba, pemerintah berusaha menyelamatkan Jimmy dan mencari keberadaannya. Namun Cooke tidak bersedia memberi tahu. Sementara itu, The Washington Post ingin mendalami kasus tersebut secara internal. Saat mencari kediaman keluarga Jimmy, Cooke berkata bahwa mereka sudah pindah. Coleman, Vivian, dan beberapa atasan lainnya merasa curiga.

13 April 1981.
Cooke mendapat penghargaan Pulitzer Prize di bidang Feature Writing dan beberapa penghargaan lainnya. Untuk itu, ia diwajibkan menyerahkan resume-nya. Tertulis di resume bahwa Cooke merupakan lulusan Vassar College dan menyelesaikan masternya di Universitas Toledo.

Beberapa editor Toledo Blade, tempat ia bekerja sebelumnya, merasa aneh dengan resume itu. Cooke memang sempat berkuliah di Vassar College selama setahun namun menyelesaikannya di Universitas Toledo. Selain itu, tertulis di resume baru tersebut ia dapat berbahasa Prancis, Spanyol, Portugis dan Italia. Sedangkan resume lama menyatakan ia hanya dapat berbahasa Prancis dan Spanyol. Mereka segera melaporkan hal tersebut ke pihak Pulitzer Prize. Pulitzer mencoba mengkonfirmasi dengan The Washington Post, namun memang resume itu juga yang ia lampirkan saat pendaftaran jurnalis.

Akhirnya Cooke dipanggil dan diwawancarai dengan bahasa Portugis dan Italia. Ia mengakui jika memang tidak bisa. Lalu mengakui kesalahan pada background pendidikannya. Tetapi ia tetap teguh bahwa 'Jimmy' itu benar. Setelah diinterogasi selama 11 jam dan berputar-putar untuk mencari keberadaan 'Jimmy', akhirnya Cooke mengaku.
"There is no Jimmy and no family," she said. "It was a fabrication. I did so much work on it, but it's a composite. I want to give the prize back."
Cooke mengembalikan penghargaan tersebut dan mengundurkan diri dari The Washington Post.  Ia merasa bersalah atas kebohongannya. Penghargaan diberikan kepada Teresa Carpenter sebagai gantinya. Kasus ini menjadi kasus hoaks paling besar di bidang jurnalistik.

Sager-janet-Cooke-Resignation.jpg

Cooke menghilang bertahun-tahun dan tahun 1996 ia muncul kembali mengharapkan kehidupan yang layak untuk dirinya. Selama itu, ia merasa tidak punya suara. Tidak memiliki pekerjaan yang layak dan merasa tidak 'hidup'. Niatnya dahulu hanya ingin menjadi supernigger. Bahwa orang berkulit hitam itu juga bisa berprestasi yang sama seperti orang kulit putih. Ia tidak pernah membidik Pulitzer Prize, namun hanya ingin menyingkirkan rekannya. Namun kejahatan tidak akan pernah menjadi kejahatan sempurna. Jadi, hiduplah untuk hidupmu sendiri. Iri kepada orang lain hanya akan menjerumuskanmu lebih dalam. 

Thank you :)

Sumber dan literatur lain :
https://tirto.id/hoaks-janet-cooke-lolos-verifikasi-editor-dan-dapat-pulitzer-cGrL
https://www.cjr.org/the_feature/the_fabulist_who_changed_journalism.php
https://www.washingtonpost.com/archive/lifestyle/1996/05/09/janet-cookes-untold-story/23151d68-3abd-449a-a053-d72793939d85/?noredirect=on&utm_term=.8447d8bc16e8
http://academics.smcvt.edu/dmindich/Jimmy%27s%20World.htm
Share:

2019 COMEBACK!

HELLO!
Welcome back, me! Hahaha.. Setelah hampir 4 tahun ini blog aku anggurin, akhirnya ada semangat nulis lagi. Sempet sih beberapa kali pengen nulis lagi, cuma begitu udah buka laptop nggak tau kok nggak mood lagi gitu. Sebenernya dari awal liburan tuh udah pengen nulis lagi, banyak yang mau aku bahas. Mikir-mikir instagram atau twitter, tapi kurang panjang. Jadilah aku menghidupkan blog berdebu ini :)


Setelah beberapa tahun ini, aku menyadari banyak banget yang berubah dari diriku ini. Scroll tulisan lama, ouh sangat menjijikkan wkwk.. Jadinya aku take-down beberapa post yang emang nggak bangetlah. Aku menyadari kesukaanku juga berubah hahaha.. Dulu jaman SMP sukannya jejepangan sampe nyapa-nyapa pake bahasa jepang juga ckck. Tapi sejak akhir semester 5 SMA aku beralih suka per-korea-an wahahaha.. Jadi mungkin banyak bahas korea juga disini. Oya setelah aku amati, aku dulu sok alim banget nggak sih? Zahra yang sekarang banyak berubah, jadi jangan kaget ya :P



Oke sekian dulu deh basa-basinya. Besok bakalan ada post baru. Tunggu ya!

BYE :)
Share: