Hmm
Tadi dapet cerita dari mama, kalo kakak kelasku sempet dirawat. Mbak-nya itu tipe yang pendiem, anak FK, nyambi tahfidz juga. Jadi pemantiknya itu ada kata orang lain yang mungkin menyakiti hatinya trus langsung meledak deh. Entah ya, mungkin karena udah mendam terlalu lama dan nggak tahan lagi. Sekarang udah pulang dari dirawat dan udah mendingan lah. Tapi mamaku bilang gini, "Lagi diusahain diruqyah sih". Lalu aku diem.
Sementara itu aku akhir-akhir ini mulai berfikir dan menyadari. Intensitas kebahagiaanku di masa kuliah ini tu rendah banget. Bahagia yang bukan hahahihi karena suatu jokes ya. Bukan berarti juga kalo aku kebanyakan sedih juga. Tapi lebih kayak, plain. Ngerasa kalo kehidupanku ini hanya rutinitas dan ya aku harus melakukannya. Dan aku selalu pengen cepet pulang. Because, I got my energy from my family. Actually I don't really have 'bestfriend' like the others. Karena aku lebih banyak cerita ke mama dan adek. Kalo cerita pun beda topik gitu loh ke tiap orang. Aku selalu ngerasa, apa mereka mau ndengerin kalo bukan sesuai dengan topik mereka. And several topics, I just keep it for myself.
Berhubungan dengan kakak kelasku tadi, I really don't like people who ALWAYS ONLY corelate mental health with religion. Ya pasti ada pengaruhnya. Tapi kalo udah tau jelas apa masalahnya, it should be treated by psychological or medical term, not only rukyah etc.
So, if I say that I'm not okay, what will they do?
0 komentar:
Posting Komentar